Sunday, May 15, 2011

MEMAHAMI ANAK CERDAS/BERBAKAT ISTIMEWA (CI+BI)

MEMAHAMI ANAK CERDAS/BERBAKAT ISTIMEWA (CI+BI)
DAN PENGEMBANGAN LAYANAN PENDIDIKANNYA



PEDAHULUAN
Undang-undang no. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 5 ayat 4 menyatakan bahwa “Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus”. Perlunya perhatian khusus kepada anak CI+BI merupakan salah satu upaya untuk mengembangkan potensi peserta didik secara utuh dan optimal.
Pengembangan potensi tersebut memerlukan strategi yang sistematis dan terarah. Tanpa layanan pembinaan yang sistematis terhadap siswa yang berpotensi cerdas istimewa, bangsa Indonesia akan kehilangan sumber daya manusia terbaik.
Strategi pendidikan yang ditempuh selama ini bersifat masal memberikan perlakuan standar/rata-rata kepada semua siswa sehingga kurang memperhatikan perbedaan antar siswa dalam kecakapan, minat, dan bakatnya. Dengan strategi semacam ini, keunggulan akan muncul secara acak dan sangat tergantung kepada motivasi belajar siswa serta lingkungan belajar dan mengajarnya. Oleh karena itu perlu dikembangkan keunggulan yang dimiliki oleh siswa agar potensi yang dimiliki menjadi prestasi yang unggul.
Perhatian khusus tersebut tidak dimaksudkan untuk melakukan diskriminasi, tetapi semata-mata untuk memberikan layanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi siswa. Melalui penyelenggaraan pendidikan khusus untuk siswa CI+BI, diharapkan potensi-potensi yang selama ini belum berkembang secara optimal, akan tumbuh dan mampu menunjukkan kinerja terbaik.
Diperkirakan terdapat sekitar 2,2% anak usia sekolah memiliki kualifikasi CI+BI. Menurut data BPS tahun 2006 terdapat 52.989.800 anak usia sekolah. Artinya terdapat sekitar 1.059.796 anak CI+BI di Indonesia. Berdasarkan data Asossiasi CI+BI tahun 2008/9, Jumlah siswa CI+BI yang sudah terlayani di sekolah akselerasi masih sangat kecil, yaitu 9551 orang yang berarti baru 0,9% siswa CI+BI yang terlayani. Ditinjau dari segi kelembagaan, dari 260.471 sekolah, baru 311 sekolah yang memiliki program layanan bagi anak CI+BI. Itupun baru terbatas program yang berbentuk akselerasi. Sedangkan di madrasah, dari 42.756 madrasah, baru ada 7 madrasah yang menyelenggarakan program aksel. Ini berarti masih sangat rendah sekali jumlah sekolah/madrasah yang memberikan layanan pendidikan kepada siswa CI+BI, serta keterbatasan dari ragam pelayanan.

KARAKTERISTIK ANAK CI+BI
Anak-anak gifted bukanlah anak dengan populasi seragam, ia mempunyai banyak variasi, baik variasi pola tumbuh kembangnya, variasi personalitasnya, maupun variasi keberbakatannya. Semakin tinggi perkembangan inteligensianya, maka akan terjadi deskrepansi (perbedaan) di berbagai domain perkembangan. Deskrepansi ini bukan saja akan menyangkut perkembangan dalam individu, tetapi juga akan menyangkut perkembangan antar individu. Kondisi inilah yang sering membawa berbagai kesulitan pada anak-anak gifted dan sering salah terinterpretasi (Silverman, 2004).
Sebagian besar anak gifted akan mengalami perkembangan motorik kasar yang melebihi kapasitas normal, namun mengalami ketertinggalan perkembangan motorik halus. Saat ia masuk ke sekolah dasar, umumnya ia mengalami kesulitan menulis dengan baik. Banyak dari anak-anak ini diberi hukuman menulis berlembar-lembar yang justru tidak menyelesaikan masalahnya bahkan akan memperberat masalah yang dideritanya9. Anak-anak gifted adalah anak-anak yang sangat perfeksionis, sehingga perkembangan kognitif yang luar biasa tidak bisa ia salurkan melalui bentuk tulisan. Hal ini selain dapat menyebabkan kefrustrasian dan juga dapat menyebabkan kemerosotan rasa percaya diri, konsep diri yang kurang sehat serta anjlognya motivasi untuk berprestasi.
Deskrepansi antara perkembangan kognitif dan ketertinggalan motorik halus, ditambah karakteristik perfeksionisnya bisa menimbulkan masalah yang cukup serius baginya, terutama kefrustrasian dan munculnya konsep diri negatip, ia merasa sebagai anak yang bodoh tidak bisa menulis. Namun seringkali pendeteksian tidak diarahkan pada apa akar permasalahan yang sebenarnya, dan penanggulangan hanya ditujukan pada masalah perilakunya yang dianggap sebagai perilaku membangkang
Anak cerdas (brigth/higt achiever) berbeda dengan dengan anak CI+BI (gifted) dan anak-anak cerdas tidak bisa dimaksukkan ke dalam kelompok gifted karena mereka memiliki karakteristik yang berbeda. Sekalipun mereka juga memiliki tingkat intelegensi yang tinggi, namun kemampuan mereka dalam analisis, abstraksi dan kreativitas tidak seluar biasa anak-anak CI+BI. Berbagai perbedaan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:




CERDAS
(Bright/High Achiever)
CERDAS/BERBAKAT ISTIMEWA
(Gifted – Talented)
§ Menjawab pertanyaan dengan benar
§ Mempersoalkan pertanyaan
§ Berminat dengan sesuatu
§ Penasaran dengan sesuatu
§ Menunjukkan perhatian
§ Terlibat secara emosional, mental, dan fisik
§ Punya gagasan yang bagus, populer
§ Punya gagasan yang aneh, konyol, dan di luar keumuman
§ Bekerja keras untuk sukses ujian
§ Jarang belajar, hasil ujian bagus
§ Menjawab soal sesuai dengan yang ditanyakan
§ Memperluas konteks jawaban
§ Di puncak daftar siswa berprestasi
§ Di luar kelompok, berprestasi normal
§ Suka linearitas
§ Gemar kompleksitas
§ Pemerhati yang baik
§ Pengamat yang kritis, bawel
§ Mendengarkan penuh dengan minar
§ Menyimak untuk siap berdebat
§ 6-8 kali pengulangan untuk menguasai materi
§ 1-2 kali pengulangan untuk menguasai materi
§ Memahami gagasan orang lain dengan baik
§ Membentuk gagasan sendiri
§ Senang berteman dengan teman sebaya
§ Lebih suka bergaul dengan orang dewasa atau lebih tua
§ Menarik kesimpulan
§ Mempertanyakan keputusan
§ Menyelesaikan tugas yang diberikan
§ Memulai proyek sendiri
§ Pintar menyalin, meniru
§ Bagus dalam menciptakan sesuatu yang baru
§ Suka sekolah
§ Suka belajar
(Sumber: CGIS-Net Assessment systems, 2008)

IDENTIFIKASI ANAK CI+BI
Dalam mengidentifikasi peserta didik cerdas istimewa menggunakan pendekatan multidimensional. Artinya kriteria yang digunakan lebih dari satu (bukan sekedar intelligensi). Batasan yang digunakan adalah peserta didik yang memiliki dimensi kemampuan umum pada taraf cerdas ditetapkan skor IQ 130 ke atas dengan pengukuran menggunakan skala Wechsler (Pada alat tes yang lain = rerata skor IQ ditambah dua standar deviasi), dimensi kreativitas tinggi (ditetapkan skor CQ dalam nilai baku tinggi atau plus satu standar deviasi di atas rerata) dan pengikatan diri (Task commitment) terhadap tugas baik (ditetapkan skor TC dalam kategori nilai baku baik, atau plus satu standar deviasi di atas rerata). Tiga komponen ini dikenal sebagai Konsepsi Tiga Cincin dari Renzulli (1978, 2005) yang banyak digunakan dalam menyusun pendidikan untuk anak cerdas istimewa, dan merupakan teori yang mendasari pengembangan pendidikan anak cerdas istimewa dan berbakat istimewa (Gifted and Talented children).
Selanjutnya dari keterkaitan tiga komponen yang menentukan giftedness tersebut, dapat dirinci kemampuan-kemampuan anak-anak cerdas secara umum maupun secara khusus. Kemampuan-kemampuan tersebut dapat dilihat pada grafik di bawah ini.

Model lain adalah The Triadich dari Renzulli-Mönks yang merupakan pengembangan dari Konsepsi Tiga Cincin Keberbakatan dari Renzulli. Model Renzulli-Mönks ini disebut sebagai model multifaktor yang melengkapi Konsepsi Tiga Cincin Keberbakatan dari Renzulli. Dalam model multifaktornya Mönks mengatakan bahwa potensi kecerdasan istimewa (giftedness) yang dikemukakan oleh Renzulli itu tidak akan terwujud jika tidak mendapatkan dukungan yang baik dari sekolah, keluarga, dan lingkungan di mana si anak tinggal (Mönks dan Ypenburg, 1995).
Dengan model multifaktor maka pendidikan anak cerdas istimewa tidak dapat dilepaskan dari peran orang tua dan lingkungan dalam menanggapi gejala-gejala berkecerdasan istimewa (giftedness), toleran terhadap berbagai karakteristik yang ditampilkannya baik yang positif maupun berbagai gangguan tumbuh kembangnya yang menjadi penyulit baginya, serta dalam mengupayakan layanan pendidikannya. Lebih lanjut model pendekatan ini menuntut keterlibatan pihak orang tua dalam pengasuhan di rumah agar berpartisipasi secara penuh dan simultan dengan layanan pendidikan terhadap anak di sekolah. Secara grafis pengaruh tersebut dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 1. The Multi Factors Model

Model Triadich Renzulli-Mönks menuntut sistem pendidikan, keluarga, dan lingkungan untuk dapat memberikan dukungan yang baik dan mengupayakan agar anak didik dapat mencapai prestasi istimewanya, sehingga diharapkan tidak akan terjadi adanya kondisi berprestasi rendah (underachiever) pada seorang anak berkecerdasan istimewa. Dengan model pendekatan teori ini juga, maka anak-anak yang mempunyai ciri-ciri berkecerdasan istimewa (dengan ciri-ciri tumbuh kembang, ciri-ciri personalitas, dan ciri-ciri intelektual) sekalipun underachiever masih dapat terdeteksi sebagai anak berkecerdasan istimewa yang memerlukan dukungan dari sekolah, keluarga dan lingkungan agar ia dapat mencapai prestasi yang istimewa sesuai potensinya.
Model pendekatan multifaktor lebih fleksibel dalam melakukan deteksi dan diagnosis anak cerdas istimewa, terutama dalam menghadapi anak-anak dengan kondisi tumbuh kembang yang mengalami disinkronitas yang besar dan penting, berkesulitan dan bergangguan belajar (learning difficulties dan learning disabilities), serta yang mengalami komorbiditas dengan gangguan lainnya (gangguan emosi dan perilaku yang patologis). Fleksibilitas dalam melakukan deteksi yang dimaksud adalah dimungkinkannya penggunaan daftar dan alat-alat ukur asesmen yang lebih beragam (Mönks dan Pflüger, 2005).
Heller (2004) mengembangkan model multifaktor yang pada dasarnya merupakan pengembangan dari Triadic Interdependence model Mönks serta Multiple Intelligences dari Howard Gardner. Menurut Heller konsep keberbakatan dapat ditinjau berdasarkan empat dimensi multifaktor yang saling terkait satu sama lain: (1) faktor talenta (talent) yang relatif mandiri (relatif mandiri); (2) faktor kinerja (performance); (3) faktor kepribadian; dan (4) faktor lingkungan; Dua faktor terakhir menjadi perantara untuk terjadinya transisi dari talenta menjadi kinerja. Secara grafis, model tersebut dapat dilihat pada gambar di halaman berikut.

Faktor bakat (talent) sebagai potensi yang ada dalam individu dapat meramalkan aktualisasi kinerja (performance) dalam area yang spesifik. Bakat ini mencakup tujuh area yang masing-masing berdiri sendiri, yaitu: kemampuan intelektual, kemampuan kreatif, kompetensi sosial, kecerdasan praktis, kemampuan artistik, musikalitas, dan keterampilan psikomotor. Sementara itu Faktor kinerja (performance) meliputi delapan area kinerja, yaitu: matematika, ilmu pengetahuan alam, teknologi, komputer, seni (musik, lukis), bahasa, olah raga, serta relasi sosial.
Bakat (talent) dapat berkembang menjadi kinerja dengan dipengaruhi oleh dua faktor yaitu: (1) karakteristik kepribadian yang mencakup: cara mengatasi stres, motivasi berprestasi, strategi belajar dan strategi kerja, harapan-harapan akan pengendalian, harapan akan keberhasilan atau kegagalan, dan kehausan akan pengetahuan; serta (2) kondisi-kondisi lingkungan yang mencakup: iklim keluarga, jumlah saudara dan kedudukan dalam keluarga, tingkat pendidikan orang tua, stimulasi lingkungan rumah, tuntutan dan kinerja yang ada di rumah, lingkungan belajar, kualitas pembelajaran, iklim kelas, dan peristiwa-peristiwa kritis.
Di dalam proses terwujudnya bakat menjadi kinerja, bakat juga dapat mempengaruhi faktor kepribadian dan kondisi lingkungan. Misalnya bakat yang ada pada anak dapat mempengaruhi bagaimana orangtua atau guru memperlakukannya. Di dalam proses terwujudnya kinerja, bakat juga dapat mempengaruhi faktor kepribadian dan kondisi lingkungan. Misalnya bakat yang ada pada anak dapat mempengaruhi bagaimana anak tersebut menjadi semakin ulet dan tekun atau bakat yang dimiliki juga akan berpengaruh terhadap sikap orangtua atau guru terhadap anak sehingga berpengaruh terhadap cara memperlakukan si anak.
Proses Identifikasi merupakan salah satu tahap awal yang merupakan kunci utama yang penting dalam keberhasilan suatu program layanan pendidikan khusus bagi siswa CI+BI. Dalam proses rekrutmen dan seleksi dipengaruhi oleh model layanan pendidikan yang diberikan bagi peserta didik cerdas istimewa ada beberapa prinsip identifikasi yang perlu diperhatikan adalah (Klein, 2006; Porter, 2005) yaitu: Cerdas Istimewa merupakan suatu fenomena yang kompleks sehingga identifikasi hendaknya dilakukan secara multidimensional dengan:
1. Menggunakan sejumlah cara pengukuran untuk melihat variasi dari kemampuan yang dimiliki oleh siswa cerdas istimewa pada usia yang berbeda.
2. Mengukur bakat-bakat khusus yang dimiliki untuk dijadikan acuan penyusunan program belajar bagi siswa cerdas istimewa.
3. Tidak hanya memperhatikan hal-ahl yang sudah teraktualisasi, namun juga mengidentifikasi potensi.
4. Identifikasi tidak hanya untuk mengukur aspek kognitif, namun juga motivasi, minat, perkembangan sosial emosional serta aspek non kognitif lainnya.

PERMASALAHAN ANAK CI+BI
Gejala-gejala lompatan perkembangan anak CI+BI merupakan faktor kuat yang memberi dampak psikologis dalam perilakunya, baik positif maupun negatif. Dengan memahami karakteristik anak, orang tua, guru, masyarakat dapat mengantisipasi hal-hal di luar dugaan (misalnya marah, agresif) dan bisa menduga penyebabnya. Perilaku negatif tersebut, mungkin menjadi sumber masalah emosional anak CI+BI. Gambaran perilaku negatif dan positif anak CI+BI, dapat dilihat pada tabel berikut:
Karakteristik
Perilaku Positif
Perilaku negatif
Sangat waspada
Cepat mengetahui ada masalah
Senang mengoreksi orang dewasa
Selera humor tinggi
Mampu menertawakan diri sendiri
Membuat lelucon dengan mengorbankan orang lain
Mampu memahami keterkaitan satu dengan yang lain
Mampu memecahkan masalah sosial sendirian
Ikut campur urusan orang lain
Dorongan berprestasi yang kuat
Mengerjakan tugas sekolah dengan baik
Arogan, egois, tidak sabaran dengan kelambanan orang lain
Kemampuan verbal yang tinggi
Diplomasi persuasif dengan tata bahasa yang tepat
Memanipulasi orang lain
Individualistik, menantang stabilitas
Percaya diri tinggi
Hanya sedikit punya teman dekat, kuat dengan keyakinan diri sendiri
Motivasi diri yang kuat, merasa tidak perlu bantuan orang lain
Hanya perlu sedikit arahan dan bantuan orang lain
Agresif berlebihan, menantang otoritas
Kemampuan membaca sangat tinggi
Mengingat dan menguasai materi belajar dengan mudah
Gampang bosan, tidak suka hafalan
Sangat senang membaca
Membaca berbagai jenis buku, memonopoli perpustakaan
Mengabaikan orang lain
Kaya perbendaharaan kata
Mengkomunikasikan gagasan dengan lancar
Suka pamer pengetahuan
Simpanan informasi yang sangat banyak
Cepat dalam menjawab pertanyaan
Memonopoli diskusi
Rentang perhatian yang panjang
Mengerjakan tugas sampai selesai
Tidak suka kerja terbatas waktu, mengatur sendiri waktu penyelesaian
Minat beragam, rasa penasaran yang tinggi
Banyak bertanya, senang dengan gagasan baru
Kurang dapat membuat pembicaraan yang lintas disiplin
Belajar/bekerja sendiri
Menciptakan gaya sendiri dengan melakukan sesuatu
Menolak bekerjasama dengan orang lain yang dianggap tidak sejalan


LAYANAN PENDIDIKAN UNTUK ANAK CI+BI
A. Kurikulum
Kurikulum yang diberikan pada siswa CI+BI tidak boleh sama dengan siswa reguler, karena bobot dan kedalamannya tidak sesuai karakter siswa CI+BI. Kurikulum untuk siswa CI diarahkan pada pemenuhan kebutuhan siswa dan sekaligus menyeimbangkan domain kognitif dan non kognitif.
Pengembangan kurikulum berdiferensiasi dilakukan dalam upaya memenuhi tuntutan dari karakter dan kebutuhan siswa CI+BI Dengan demikian diferensiasi terkait dengan kecocokan tingkat keunggulan dan kerumitan kurikulum yang sesuai dengan kesiapan dan motivasi belajar yang dimiliki siswa. diferensiasi bukan saja sebatas pada kurikulum tetapi juga dalam pengayaan dan perluasaan kegiatan siswa akselerasi. Pengayaan tidak sebatas memberikan PR dan dilakukan dalam satu tipe. Pengayaan menunjuk pada perluasan dari kurikulum untuk mengembangkan pengetahuan, penerapan, ketrampilan berfikir dan sikap menuju ke tingkat yang lebih kompleks. Tujuan utama diferensiasi kurikulum adalah untuk merencanakan secara aktif dan secara konsisten membantu semua siswa agar belajar maksimal.
Berdasarkan pada diferensiasi diatas selanjutnya ditentukan materi kurikulum yang sesuai dengan siswa. Secara prinsip, penetapan materi yang secara efektif dapat dijadikan sebagai materi kurikulum bagi siswa akselerasi terikat dengan ketentuan sebagai sebagai berikut:
1. Materi memang dikumpulkan dan memenuhi rasa keingintahuan siswa akselerasi dalam pengembangan keilmuan, memberikan peluang kepadanya dengan belajar hal-hal baru serta ketrampilan yang mereka butuhkan.
2. Isi kurikulum memiliki tingkat kesulitan paling tidak dua tingkat di atas rerata materi sebayanya.
3. Materi yang dipilih terfokus pada penerapan pengetahuan nyata.
4. Materi harus lebih unggul dari materi regular, mendalam dan menuntut ketrampilan berfikir tingkat tinggi.(Joan F. Smutny,2003:54).

B. Pembelajaran
Pembelajaran yang diberikan kepada siswa CI+BI tidak boleh terlalu menekankan pada aspek kognitif. Upaya menyeimbangkan pembelajaran tersebut dilakukan dengan menyajikan aspek sintetik dan praktikal. Hal ini dilakukan, agar siswa CI+BI memiliki kematangan pengetahuan dan kemampuan untuk menjawab kebutuhan sosial bermasyarakat.
Pembelajaran harus berorientasi pada siswa, bukan pada guru. Oleh karena itu penerapan materi esensial dilakukan dengan cara melakukan asessment kemampuan siswa terhadap materi pelajaran. Apabila siswa telah menguasai materi suatu materi, maka materi tersebut tidak perlu diajarkan lagi. Dengan demikian dimungkinkan adanya perbedaan materi yang harus diajarkan kepada seorang siswa dengan siswa lainnya.
Pembelajaran bagi siswa CI+BI harus lebih berorientasi pada pengembangan tuntutan berpikir tingkat tinggi (advance) sehingga kurikulum disiapkan untuk mendukung bagi upaya terjadinya kegiatan pembelajaran yang bercorak eksplorasi, inquiri dan pemecahan masalah. Oleh karena itu materi yang tercakup dalam kurikulum harus berisikan materi unggul dan problem solving. Implikasinya, guru harus mampu mengubah struktur materi kurikulum yang mengarah pada struktur materi kasus.
Salah satu bagian penting untuk melaksanakan pembelajaran untuk siswa CI+BI adalah memilih bahan atau materi ajar. Pengembangan bahan ajar dapat dilakukan melalui pengorganisasian materi. Isi bidang studi memiliki implikasi langsung dalam upaya pembuatan urutan dan sintesis isi bidang studi sehingga langkah pengembangan bahan ajar selalu didahului dengan langkah analisis isi bidang studi dan analisis tujuan.
Yang dimaksud dengan analisis tujuan adalah langkah memperoleh informasi mengenai kategori tujuan dari pembelajaran, apakah berdimensi cognitive apa efektif atau psikomotorik, demikian juga diketahui pula level tujuannya, apakah mengarah pada tujuan yang berlevel lainnya. Analisis atas jenis dan level tujuan sangat menolong bagi pengembang bajan ajar dalam seleksi, menetapkan materi yang akan dipilih sebagai bahan pengisi pengalaman siswa.
Analisis bidang studi dimaksud sebagai langkah untuk mengetahui jenis kategori apa isi dari bidang studi, apakah isi bidang studi bermuatan sebatas konsep atau berkategori prosedur atau kategori prinsip. Dengan mengatahui apa kategorinya bagi pengembang bahan ajar dapat dengan mudah menentukan strategi penyampaiannya.
Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan untuk siswa CI+BI adalah pembelajaran aktif. Menurut Fink, bagi guru yang akan menerapkan model Pembelajaran aktif (active learning) ini untuk Siswa mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
1. Buatlah kelompok kecil di antara peserta didik untuk memecahkan problem
2. Temukan jalan bagi peserta didik untuk menciptakan dialog nyata dengan person lain yang dianggap ahli di bidangnya (dosen, peneliti profesional dll)
3. Bangunlah suasana pembelajaran yang mengarah pada bentuk pembelajaran portofolio tentang pemikiran siswa sendiri, apa yang dipelajari siswa sendiri
4. Temukan cara bagi siswa untuk bisa melakukan observasi langsung maupun tidak langsung atas materi pelajaran yang mereka coba pelajari melalui laboratorium
5. Temukan cara agar siswa dapat belajar secara langsung dalam kondisi nyata terkait dengan apa yang mereka pelajari.
6. Tambahkan frekuensi interaksi dengan siswa
Dalam melakukan pembelajaran kepada siswa CI+BI, khususnya mata pelajaran rumpun MIPA, penggunaan laboratorium untuk kegiatan praktikum perlu dioptimalkan. Laboratorium merupakan bagian terintegrasi pada kegiatan pembelajaran MIPA. Pembelajaran MIPA berupa percobaan dan bukan percobaan dapat dilakukan di laboratorium. Pada saat menjelaskan suatu topik, guru dapat langsung mempraktekkannya di depan peserta didik. Dengan demikian siswa dapat memahami materi yang disampaikan oleh guru secara efektif
Bagi para guru penanggungjawab praktikum tugas penting yang harus dan perlu dilakukan adalah mendisain dan mengelola sebuah kegiatan praktikum. Hal ini dilakukan agar tujuan pembelajarannya jelas, isi dan urutan kegiatannya terarah dengan baik, relevan dengan tuntutan kompetensi lulusan nantinya. Di samping itu, praktikum harus dirancang sedemikian rupa sehingga merupakan pengalaman belajar yang menarik serta menyenangkan bagi peserta didik, bukan justru sebaliknya, menyiksa dan membosankan.
Respon dan pencapaian peserta didik dalam suatu kegiatan praktikum sangat bervariasi antara satu peserta didik dengan lainnya. Ada berbagai faktor penyebabnya. Salah satu adalah pengelolaan praktikum yang diserahkan kepada guru/laboran yang belum berpengalaman sehingga tidak mengetahui kesalahan-kesalahan dasar yang terjadi serta tidak berhasil membangkitkan motivasi dan minat peserta didik praktikan.
Sebagaimana kegiatan pembelajaran lainnya, kegiatan praktikum harus dilakukan evaluasi atau penilaian. Evaluasi cakupan materi praktikum dapat dilakukan dengan mengevaluasi topik-topik dan keterampilan yang diharapkan dikuasai oleh peserta didik. Evaluasi kedalaman relatif lebih sulit dan memerlukan penilaian yang jujur serta kriteria yang jelas terhadap tugas-tugas yang diberikan dalam praktikum. Seringkali terjadi aktivitas intelektal peserta didik sebatas hanya mengikuti petunjuk/resep yang ada di buku petunjuk praktikum, padahal kompetensi yang dikehendaki adalah kemampuan penemuan/penelitian ilmiah. Dua hal yang perlu diperhatikan dalam menilai praktikum adalah ketepatan metode penilaian dan proses umpan balik.
Sangat penting untuk menjamin bahwa metode penilaian yang digunakan cocok (sesuai dengan tujuan). Jika tujuan praktikum adalah peserta didik dapat menggunakan alat dengan benar, maka evaluasi dilakukan dengan mengamati dan menilai apakah yang dilakukan peserta didik telah sesuai dengan kriteria yang telah disepakati. Jika tujuan praktikum adalah peserta didik mampu berpikir ilmiah, metode evaluasi harus dapat menilai kemampuan yang ditunjukkan peserta didik. Penilaian praktikum yang hanya didasarkan pada laporan saja, tidak akan berhasil mengukur kemampuan berpikir pada tingkat tinggi yang ada pada pekerjaan praktikum itu sendiri.
Umpan balik juga merupakan salah satu sarana penilaian. Proses belajar peserta didik akan dapat difasilitasi dengan baik apabila ada umpan balik terhadap yang mereka lakukan dan hasilkan. Umpan balik dapat diperoleh dari guru pembimbing, dosen pendamping atau kelompok praktikan

C. Manajemen Kelas
1. Model kelas menetap
Kelas menetap (stay class) adalah kelas secara terus menerus digunakan oleh siswa kelas tertentu dalam kegiatan pembelajaran. Aktivitas pembelajaran di luar kelas tersebut hanya dilakukan pada saat menggunakan laboratorium.
Dalam kelas ini, siswa CI+BI digabung bersama dengan siswa reguler. Apabila jumlah siswa CI+BI lebih dari 10 orang, hendaknya siswa tersebut dibagi ke dalam 2 kelas inklusif. Oleh karena ada dua kelompok kemampuan siswa di dalam kelas ini, maka diupayakan dua sudut kelas, yaitu sudut reguler dan sudut CI+BI . pengertian sudut reguler adalah mereka yang mendapatkan pembelajaran sesuai dengan cakupan materi di dalam standar isi. Sedangkan sudut CI+BI disediakan untuk siswa CI+BI yang memperoleh pemberian materi yang bersifat pengayaan dan percepatan.
Untuk meningkatkan efektivitas kelas semacam ini, guru utama yang mengajar harus dibantu oleh guru pendamping (Teacher asisstant), yang tugas utamanya memantau kemajuan belajar siswa CI+BI
Langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk model layanan bagi siswa CI untuk model inklusif kelas menetap sebagai berikut:
a. Kelompokkan siswa CI+BI ke dalam 2 kelas reguler
b. Rancang kelas yang diikuti siswa CI+BI dalam bentuk 2 sudut.
c. Siswa diberikan konsep map atas semua pelajaran yang diselenggarakan di kelas itu kemudian setiap siswa dipersilahkan mempelajarai materi secara active learning dan belajar sesuai dengan kecepatan belajarnya.
d. Guru harus menyediakan jejak rekam percepatan peserta didik secara individual yang dapat diketahui secara umum/dapat dibaca oleh semua siswa lainnya.
e. Jejak rekam data percepatan pembelajaran ini akan dipajang di kelas dan setiap peserta yang berminat untuk melakukan akselerasi menuliskan sendiri pada data jejak rekam kemajuan aksleerasi individual berhasil dia capai.
f. Jejak rekam berisikan kolom dan lajur nama semua peserta didik dalam kelas inklusi serta nama bidang studi yang diakselerasikan. Jejak rekam bisa berupa table yang harus diaksir oleh peserta akselarasi sendiri berdasarkan pencapaian pokok bahasan yang telah dikuasai oleh peserta didik.
g. Untuk memberikan penilaian seberapa jauh kemajuan peserta didik dalam akselerasi penguasaan materi bidang studi, guru harus memberikan evaluasi individual mengenai mastery learning yang ditargetkan oleh sekolah atau guru. Sekolah atau guru boleh menetapkan passing grade sejauh mana yang dipandang sesuai dengan target. Selanjutnya berdasarkan ketentuan penilaian pencapaian target tersebut peserta didik memasukkan sendiri kemajuan akselerasinya ke dalam jejak rekam terkait dengan data hasil pencapaian akslerasinya dengan memberikan aksir pada table atau sejensinya yang dipajang secara permanen dalam kelas.
2. Model moving class
Moving class (kelas berpindah) adalah sistem pembelajaran, dimana setiap mata pelajaran memiliki ruang dan sekaligus merupakan laboratorium mata pelajaran. Rombongan Belajar yang akan belajar suatu mata pelajaran harus mendatangi ruang/laboratorium mata pelajaran tersebut. Guru mata pelajaran tetap berada di ruang/laboratorium mata pelajarannya. Jadi siswa berada dalam suasana baru setiap akan belajar suatu mata pelajaran. Kondisi setiap ruang/laboratorium mata pelajaran akan disesuaikan dengan karakteristik mata pelajaran tersebut.

No comments:

Post a Comment